Laman

Jumat, 30 September 2011

Ketika Hati Telah Membeku

Penat, lelah, kakiku terasa berat melangkah. Aku merasa salah pijak. Terasa panas kakiku. Kutarik, dan coba menapak kembali, dengan harapan rasa PANAS itu hilang. Arrgh, kaki itu melepuh, tak ada yang mau membantuku menghilangkan hawa itu.
Semakin hari kakiku makin melepuh. Aku ingin secercah harap hinggap dihatiku. Aku ingin menapakkan kakiku lagi disana. Tapi hati ini malah makin beku. Aku tak mengerti mengapa saat kakiku panas, hati ini malah makin biru.
Hati ini makin jauh. Haruskah aku berhenti berharap? Haruskah aku mencari pijakan lain? Apakah tempat baru itu tidak membuat kakiku melepuh? Bisikan itu membuatku ragu. Setan itu membisikkan harum ke telingaku. “Coba lagi, pijakkan kakimu yang melepuh biar sembuh”, kata setan itu. Aku tak kuasa, kuteteskan airmataku sambil menapakkan kakiku yang melepuh. Arrrrrggh, kaki itu membusuk. Kugigit bibir bawahku menahan sakit itu. Setan itu membisikkan lagi kepadaku, “tetap pijakkan kakimu, sebentar lagi akan mengubah nasibmu”. Mukaku telah memerah menahan sakit, hatiku berdegup tak menentu. “ Sial ”, dalam hatiku. Kakiku yang menapak disitu sudah tak bisa diangkat lagi. Setan itu terus tertawa dan tertawa. Dia mentertawai kebodohanku. Gaung setan itu membahana, “hahaha kau orang paling tolol yang pernah kutemui. Sudah tahu tempat itu panas dan busuk, tapi kau masih ingin menapak juga. Itu adalah kesalahanmu sendiri.” Aku terdiam, terpekur. Nafasku tersengal. Kutahan tetes itu agar aku terlihat tegar. Aku berpikir, “Masih adakah kesempatan untukku? Apakah kakiku akan sembuh di tempat lain?” Aku berharap ada angin yang berhembus. Dan seraya itu topan itu bergema. “Tarik kaki itu ke tempat jauh, dan jangan kau tapakkan lagi ditempat panas itu. Tempat itu tak akan berubah jadi dingin. Bekukan hatimu, maka kakimu akan sembuh.” Aku tak sempat lagi berpikir. Aku tak sempat lagi bertanya. Aku malu. Aku merasa bodoh. Kucoba membekukan hatiku. Kutarik kakiku dengan cepat dan keras. Ajaib, kaki itu mulai membaik. Aku makin membekukan hatiku dengan cepat. Tiupan angin topan itu makin membekukan hatiku, dan lepuh itu menghilang. Kutarik nafas lega. Pheew… untung topan itu datang, menghembuskan dan membekukan hatiku. Aku tak ingin mencoba menapakkan kakiku di tempat itu lagi. Dan memang tidak akan mungkin lagi. Karena hatiku telah membeku. Tapi kini perlahan Hati ini mulai mendapatkan sinar terang dengan hadirnya sang mentari, kuingin menggapainya & membiarkan mentari itu menyinari setiap rongga-rongga yang pernah tercabik-cabik oleh masa lalu.

3 komentar: